Lestarikan Budaya Daerah, Polwan Polres Ponorogo Piawai Tari Jathil

featured image
PONOROGO - Reog merupakan salah satu kesenian budaya daerah khas asli Kabupaten Ponorogo warisan dari nenek moyang terdahulu.

Dalam rangka melestarikan budaya daerah itu, Polwan Polres Ponorogo aktif melatih kepiawaiannya dalam menari Jathil. Latihannya digelar setiap 1 minggu sekali usai melaksanakan tugas pokok sebagai anggota Polri.

Kapolres Ponorogo AKBP Catur C. Wibowo, S.I.K., M.H. melalui Wakapolres Ponorogo Kompol Meiridiani, S.H.,.M.H.,M.M. juga selaku senior Polwan menuturkan bahwa Polres Ponorogo memiliki group kesenian reog bernama "Manggala Bhayangkara".

"Penari-penarinya semua anggoto Polisi Polres Ponorogo, baik dari Polwan dan Polki," kata Meiridiani

Dalam group kesenian Reog "Manggala Bhayangkara" dikatakan Meiridiani, peran Polwan adalah sebagai penari Jathil.

"Penampilan serta kepiawaian mereka tidak kalah dengan penari Jathil aslinya, bahkan Polwan Polres Ponorogo bersama Group Kesenian Reog "Manggala Bhayangkara" sering ditampilkan dalam acara-acara tertentu seperti di kegiatan Polda Jatim" katanya

Senior Polwan itupun berharap kedepan Polwan Polres Ponorogo bisa terus exist berpartisipasi bersama group "Manggala Bhayangkara," dalam rangka melestarikan budaya kesenian Reog Ponorogo.

"Diharapakan melalui kesenian reog bisa sebagai sarana untuk berkomunikasi untuk lebih dekat dengan masyarakat," tutup Wakapolres Kompol Meiridiani

Perlu di ketahui bahwa Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam kesenian reog Ponorogo.

Jathil Menggambaran prajurit berkuda dari Kerajaan Bantar Angin Ponorogo ketika mengadakan perjalanan ke Kerajaan Kediri. prajurit ini pengawal raja Kelono Sewandono ketika akan melamar seorang puteri raja Kediri namanya Dewi Songgo Langit.

jathil meledek/menggoda penari barongan, agar penari barongan lebih bergairah dalam menari. Istilah jathil baru lahir setelah kesenian reog itu ada. Penari jathil memang seolah ada ikatan batin dengan penari barongan. Penari jathil ini dulunya diperankan oleh gemblakan, seorang anak lelaki yang usianya 12-15 tahun. Dia adalah anak asuh seorang warokan yang hidup bersamanya, dan dia dipersiapkan untuk menjadi penari jathil di dalam kesenian reyog Ponorogo

Ketika gemblakan memerankan tari jathil, dia diberi busana/property perempuan. Gerak tarinya pun dibuat lemah bagaikan perempuan. Secara esensial penampilan seperti ini merupakan suatu bentuk protes kepada raja Brawijaya atas ketidaktegasan sikap dalam melaksanakan roda pemerintahan. Prabu Brawijaya dianggap banci oleh Ki Ageng Kutu, seorang Demang (Kepala Desa) di Kademangan Kutu sekarang masuk wilayah kecamatan Jetis di suatu wilayah bekas Kerajaan Wengker Ponorogo. Hal seperti ini muncul akibat dari semua kebijakan yang dilakukan oleh Raja Brawijaya hanya atas dasar kendali diri permasurinya, yaitu Putri Campa.

(Humas)

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post

Dibaca : 1.756